waktu kian berjalan
haripun kian berlalu
keberadaan kian terkikis
umurpun kian habis...
Derita,petaka,nyawa
sebuah ornamen dalam jiwa
pengembara berkelana dalam dunia
mencari jati diri menghadapi sebuah petaka..
Malam..
Ya malam...
Bulan pun kian bersinar
terbidik dr sebuah kamar
memanjakan pancaran
dengan sebuah senyuman..
Menunggu nasib
tergilas oleh waktu..
Kian berusaha
tercabik oleh usia...
Hidup hanya sebuah persimpangan...
Sekali salah.,selamanya akan tersesat..
Karena berani tersesat berani hidup....
Mati adalah seorang pengecut!!!
Jumat, 23 September 2011
Kamis, 22 September 2011
KAMI BUKAN BURUNG NAZAR!!!!!!!
Kami bukan seekor burung nazar pemakan bangkai, tapi kami adalah sebuah saksi atas sebuah peradaban, kami hadir sebagai mata kalian. kami tidak bisa menghentikan perang dengan sebuah kamera kami, tapi kami bisa merubah paradigma atau pandangan seseorang, jikalah kami benar atauoun salah menafsirkan sebuah foto, itu bukan hal yang harus dipermasalahkan, karena menurut hegel kebenaran bukan terletak diawal atau diakhir melainkan keseluruhan.
Sebuah proses lahir dan akan terus berkembang, dan saya teringat sebuah buku semiotika negetiva yang menyebutkan.” Bukankah kini juga ada foto seni sehingga kedudukan foto itu lebih mirip dengan lukisan dari pada foto berita”. Barthes saja tidak menyangkal hal ini. tapi harus diingat bahwa untuk kepentingan berita orang pasti akan memasang foto berita.
Barthes menyebut realitas dalam foto yang kita alami sebagai real unreality, mengapa demikaian? Karena apa yang dihadirkan sudah lewat (temporal anteriority), tidak dapat memenuhi kategori here-now (sekarang dan di sini), karena fotografi tidak menghadirkan sebuah ilusi melainkan presence secara spasial.
Dalam Camera lucida, Barthes memang mengatakan “ Foto tidak dapat mengatakan apa yang saya lihat”. Dan kalau kita melihat kebelakang sebenarnya Camera lucida tidak lain merupakan hasil pegalaman memandang foto-foto kesayangannya, dan pernyatan itu dapat dipahami secara terbalik: “foto membuat kita dapat mengatakan apa saja yang kita lihat”, ya nampaknya keperkasaan sebuah foto menjadi sebuah saksi atas sebuah pengalaman.
Kami hadir untuk merekam dan membuat sebuah sejarah, seorang fotografer menjadi sebuah saksi dan dihadirkan untuk kalian sebagai sebuah refleksi atas sebuah kejadian, biarkanlah ketika ratusan abad mendatang foto kami menjadi sebuah saksi bisu, tentang sebuah potret kehidupan di tanah ini dengan para manusia yang mengaku dirinya paling benar.
(Marifka Wahyu Hidayat)
Langganan:
Komentar (Atom)